Sulawesi Tengah kaya akan budaya yang diwarisi
turun-temurun dari generasi yang satu ke generasi lainnya.
Tradisi ini dipelihara dalam kehidupan
masyarakat, dan menyangkut semua aspek kehidupan dari lahir hingga meninggal
sejalan dengan perkembangan waktu, budaya traditional ini telah berpadu dengan
agama dan merupakan bagian integral berbagai upacara dan festival yang
bervariasi dari daerah yang satu ke daerah yang lainnya.
Kepercayaan lama adalah warisan budaya yang
tetap terpelihara dan dilakukan dalam beberapa bentuk dengan berbagai pengaruh
modern serta pengaruh agama.
Perbedaan budaya antar masyarakat pantai dan
masyarakat pegunungan yang berhubungan dengan gerakan masyarakat prasejarah.
Karena banyak kelompok etnik berbeda yang mendiami
Sulawesi Tengah maka banyak perbedaan. Mereka yang tinggal di pantai bagian
barat di daerah Donggala telah bercampur dengan masyarakat Bugis dari Sulawesi
Selatan dan Gorontalo dari Sulawesi Utara. Ada juga pengaruh dari Sumatra Barat
seperti yang nampak dalam dekorasi upacara.
Donggala merupakan pelabuhan penting pada
zaman lampau dan menenun merupakan warisan zaman Hindu. Pusat-pusat penenunan
terdapat di Palu, Tawaeli dan Banawa.
Sistem tenun ikat ganda yang merupakan teknik
spesialisasi yang bermotif Bali, India dan Jepang masih dapat kita temukan.
Masyarakat daerah pegunungan memiliki budaya tersendiri. Meskipun berasal dari
daratan Toraja namun tradisi dan adat, model pakaian, arsitektur rumah berbeda
dengan Toraja.
Rumah tradisional terbuat dari tiang dan
dinding kayu yang beratap ilalang hanya memiliki satu ruang besar. Lobo atau
Duhanga merupakan ruang bersama atau aula yang digunakan untuk festival atau
upacara, sedangkan Tambi merupakan ruang keluarga yang besar.
Banua Mbaso
Selain rumah ada pula lumbung padi yang
disebut Gampiri.
Berbeda dengan masyarakat Toraja, masyarakat
yang tidak lagi berburu ini tidak memiliki kebiasaan menenun tetapi membuat
pakaian dari kulit kayu.
Bagi masyarakat di dataran tinggi menggunakan
kulit beringin sebagai pakaian tebal penghangat badan. Pakaian kuno masih
digunakan oleh masyarakat daerah pegunungan yang masih nampak pengaruh Spanyol
atau Portugis dimasa lampau.
Lipa atau sarung yang nampak seperti model
Eropa hingga sepanjang pinggang dan Keraba semacam blus yang dilengkapi dengan
benang emas. Tali atau mahkota pada kepala diduga merupakan pengaruh kerajaan
di Eropa.
Baju banjara yang disulam dengan benang emas
merupakan baju laki-laki yang panjangnya hingga lutut. (Duster) sarung sultra
yang membujur sepanjang dada hingga bahu, mahkota dan kepala yang
berwarna-warni dan parang yang diselip dipinggang melengkapi pakaian mereka.
Masyarakat yang tinggal di daerah pedesaan
yang diketuai oleh ketua adat, yang memiliki wewenang terhadap masyarakat dan
hukum adat, memberikan denda bagi mereka yang melanggar dengan kerbau. Umumnya
masyarakat jujur dan ramah, upacara tertentu diadakan untuk menyambut para tamu
seperti persembahan ayam putih, beras, telur, dan tuak yang terbuat dari air
kelapa yang difermentasikan yang disimpan dalam bambu.
Pasatimpo adalah sejenis keris yang bentuk
hulunya bengkok ke bawah dan sarungnya diberi tali. Senjata ini sering
digunakan oleh masyarakat setempat dalam tari-tari penyembuh yang berfungsi
sebagai pengusir roh-roh jahat. Kini, Pasatimpo lebih sering digunakan dalam
tari-tari kepahlawanan. Fungsinya hanya untuk membesarkan jiwa penarinya.
Karena keris tidak digerakan tetapi cukup diikatkan saja pada pinggang penari
sebagai hiasan.
Rumah Tambi
Rumah tambi merupakan rumah panggun yang
atapnya sekaligus berguna sebagai dinding. Rumah tambi yang digunakan sebagai
rumah kepala adat jumlah anak tangganya ganjil, sedangkan untuk penduduk biasa
anak tangganya berjumlah genap.
Alas rumah tersebut terdiri dari balok-balok
yang disusun, sedangkan pondasinya terdiri dari batu alam. Tangga untuk naik
tersebut terbuat dari daun rumbia atau daun bambu yang dibelah dua.
Makam Dato Karama
Makam Dato Karama adalah tempat di makamkannya
seorang tokoh Agama Islam yang pertama kali masuk ke Sulawesi Tengah pada abad
XVII. Dato Karama adalah gelar yang berarti seorang dato yang sakti/keramat.
Sedang nama asli beliau adalah Abdullah Raqie berasal dari Sumatera Barat.
Karena kesaktiannya maka Raja Kabonena I Pue Njidi serta rakyatnya memeluk Agama
Islam.
Isteri Dato Karama bernama Intje Djille
sedangkan anaknya bernama Intje Dongko dan Intje Saribanong, Injte Dongko kawin
dengan pemuda dari Sulawesi Selatan.
Pada kompleks Makam Datokarama selain makam beliau juga terdapat makam isterinya dan keluarga serta pengikutnya yang terdiri dari 9 (sembilan) makam laki-laki, dan 11 (sebelas) makam wanita serta 2(dua) makam yang tidak jelas, karena nisannya juga tidak jelas. Dengan luas bangunan ± 104 M² sedang luas keseluruhan Situs makam Dato Karama ± 1700 M².
Pada kompleks Makam Datokarama selain makam beliau juga terdapat makam isterinya dan keluarga serta pengikutnya yang terdiri dari 9 (sembilan) makam laki-laki, dan 11 (sebelas) makam wanita serta 2(dua) makam yang tidak jelas, karena nisannya juga tidak jelas. Dengan luas bangunan ± 104 M² sedang luas keseluruhan Situs makam Dato Karama ± 1700 M².
Kain Kulit Kayu
Pakaian kulit kayu adalah sejenis kertas yang
terbuat dari kulit pohon Nunu (beringin) dan kulit kayu Ivo yang diproses
secara tradisional, sehingga menghasilkan pakaian yang digunakan sebagai
pakaian sehari-hari dan pakaian pesta atau juga digunakan pada upacara adat.
Dengan teknik pembuatan dipukul menggunakan batu ike. Motif terdapat pada
koleksi ini adalah tanduk, tumpal, bunga dan belah ketupat yang mengandung
makna keberanian, kebangsawanan, keramahtamahan dan persatuan yang kokoh.
Beberapa barang jadi dari kain kulit kayu seperti : Blus (halili), Celana
(Vevo), Daster (Siga) dan Selimut (Vuya).
0 komentar:
Posting Komentar